Thursday, January 31, 2013

ANALISA USAHA PEMBESARAN IKAN NILA SKALA RUMAH TANGGA

Siklus  Produksi
4 bulan




Target Produksi
Ikan ukuran konsumsi (sekitar 200 gram/ekor)

Kepadatan
65 ekor/m2

Wadah Pemeliharaan
Kolam Plastik Terpal

Luas Kolam
15   m2










No
Uraian
Volume
Satuan
Harga Satuan
Jumlah


I
INVESTASI





1
Lahan
15
M2
100,000
1,500,000

2
Plastik Terpal 3x5x1 m
1
buah
700,000
700,000

3
Peralatan Produksi
1
paket
500,000
500,000

4
Pipa PVC 4”
2
buah
85,000
170,000

5
Knee PVC 4”
1
buah
20,000
20,000


Jumlah



 2,890,000








II
BIAYA OPERASIONAL





 1
 Benih ikan nila 2-3 cm
1,000
ekor
350
350,000

 2
 Pakan 781 sp
30
kg
9,500
285,000

 3
Pakan 781
170
kg
8,500
1,445,000


 Jumlah



2,080,000 









Jumlah Modal Awal (I + II)



4,970,000








III
PENDAPATAN






 Ikan konsumsi uk 200gr






 Pemeliharaan 4 bulan/siklus
180
kg
17,500
3,150,000 








IV 
KEUNTUNGAN






  - Periode
1
siklus

1,070,000


  - Tahun
3
siklus

3,210,000

Wednesday, January 30, 2013

DASAR-DASAR PEMERIKSAAN PENYAKIT IKAN

PENDAHULUAN Dalam masa beberapa tahun belakangan ini masalah kesehatan ikan menjadi masalah besar yang harus dihadapi oleh oleh para petani ikan di seluruh dunia. Di negara-negara Asia Tenggara produksi ikan telah sangat dipengaruhi oleh adanya wabah penyakit ikan seperti misalnya Epizootic Ulcerative Syndrom (EUS) yang telah mewabah pada sekitar tahun 1980 an. Penyakit bakterial yang diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophila masih menjadi masalah yang serius terutama pada peternakan lele dumbo (Clarias gariepinus) dan Ikan hias. Demikian pula infeksi bakteri Mycobacterium sp. telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya ikan gurame. Kerugian yang diakibatkannya dapat mencapai 60% kematian. Pada usaha budidaya ikan laut wabah telah terjadi pada tahun 1991 akibat infeksi bakteri Vibrio harveyi. Demikian pula Yellow Head Disease (YHD) Monodon Baculovirus (MBV), Systemic Ectodermal and Mesodermal Baculo Virus (SEMBV) dan Hepatopancreatic Parvo-like Virus adalah beberapa patogen yang telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit pada usaha budidaya udang baik di panti benih maupun usaha pembesaran. Wabah penyakit ikan pada usaha budidaya ikan jaring apung telah dilaporkan pada tahun 1993, dimana kerugian yang ditimbulkan akibat infeksi vibriosis cukup serius (Rukyani et al. 1993). Mengingat hal-hal tersebut diatas, maka perlu segera didapatkan cara penganggulangan penyakit dan mencegah makin meluasnya penyebaran penyakit dari satu areal budidaya ke areal yang lain. Untuk hal tersebut diatas maka tentu saja diperlukan beberapa dukungan. Dukungan tersebut antara lain adanya sistem perkarantinaan yang kuat serta yang diperkuat oleh peraturan dan perudang-undangan serta metoda analysis yang tepat. Data penyebaran penyakit dinegara ini perlu secara periodik dan dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama untuk di perbaharui. Oleh karena itu maka monitorig penyakit di seluruh wilayang republik Indonesia perlu secara teratur dilaksanakan. Makalah ini bertujuan untuk membahas dasar-dasar pemeriksaan penyakit ikan, tahap-tahap pekerjaan serta persiapan-persiapan yang harus dikerjakan dalam pemeriksaan penyakit ikan. DIAGNOSA PENYAKIT Diagnosa artinya mengenali adanya ketidaknormalan pada ikan-ikan yang dibudidayakan serta dilanjutkan dengan mengidentifikasi agen penyebabnya. Tahapan diagnosa meliputi pengenalan atau pengamatan terhadap kelainan–kelainan yang terdapat pada tubuh ikan termasuk juga kelainan perilaku. Ikan sakit secara visual bisanya ditujukkan dengan gejala klinis seperti: warna kusam atau pucat, sirip rusak/rontok, sisik lepas dan kadang tidak rapi, luka, pendarahan, produksi lendir berlebihan atau berkurang, tutup insang selalu terbuka dan warna lembar insang pucat, benjolan pada insang atau daging, mata menonjol, ukuran badan dan kepala tidak proporsional dan mungkin terjadi kelainan bentuk tubuh. Ikan yang kurang sehat biasanya menunjukkan perilaku yang menyimpang seperti: memisahkan diri dari kelompok, ikan sering menggosok-gosokkan tubuhnya pada benda-benda yang ada di sekelilingnya, frekwensi pernafasan meningkat dan lebih banyak berkumpul di sumber air masuk, pergerakan renangnya lamban dan kurang terarah dan nafsu makan berkurang (anorexia), serta diam di dasar atau menggantung di permukaan air. Diagnosa juga melakukan tindakan pengamatan dilapangan termasuk ada atau tidaknya kematian ikan, kalau ada berapa banyak kematian tersebut dan pada ukuran ikan yang mana kematian tersebut terjadi. Pengamatan juga dilakukan pada kondisi lingkungan budidaya dan kondisi air seperti suhu, warna, kekeruhan, dan bau. TEKNIK SAMPLING Sampel ikan untuk keperluan diagnosa penyakit ikan sebaiknya diambil secara periodic. Spesimen ikan yang diambil harus dapat mewakili populasi ikan yang hendak didiagnosa. Misalnya, pada populasi yang secara klinis telah menunjukkan adanya gejala infeksi patogen, maka sampel harus diambil (a) ikan yang kelihatan sehat, (b) ikan yang sakit dengan gejala klinis sangat jelas, dan (c) ikan yang baru mengalami kematian (30 – 60 menit). Frekuensi sampling sebaiknya terencana , misalnya setiap 1 bulan sekali untuk ikan-ikan di kolam pembesaran, atau 3 - 6 bulan sekali untuk induk-induk ikan. Melalui program monitoring yang dilakukan secara teratur, maka munculnya kasus penyakit akan terdeteksi lebih dini. PENGAWETAN DAN TRANSPORTASI SAMPEL 1. Ikan hidup. Sampel ikan hidup akan lebih baik untuk segala macam keperluan seperti untuk pemeriksaan parasit, bakteri, jamur, maupun virus. Tenntu saja pengangkutan sample semacam ini memerlukan teknik tertentu. Teknologi pengankutan ikan hidup telah suda ada dan berkembang dinegara kita. 2. Ikan mati yang di es Ikan yang baru mati tidak lebih dari 60-90 menit dapat disimpan dalam refrigerator atau dalam es bok. Penyimpanan ikan harus terpisah untuk tiap individu supaya tidak lengket dan tidak terjadi kontaminasi antara ikan sehat dan ikan sakit. Pengiriman sample dapat dilakukan secara langsung dengan menggunakan wadah termos atau es bok. 3. Ikan mati beku Ikan yang mati bisa saja dibekukan dengan menggunakan mesin pembeku (freezer), kemudian dikirim dalam keadaan beku. Sampel demikian dapat dugunakan bagi pemeriksaan baik parasit, jamur, bakteri maupun virus. Namun sample tersebut tidak bisa dipakai untuk pembuatan preparat histology. 4. Ikan yang diawetkan dengan fiksatif. Ikan sample dapat dikirim dalam bentuk yang sudah diawetkan dengan menggunakan fiksatif. Adapun fiksatif yang dapat digunakan antara lain formalin, alkohol 70%. Sampel yang difiksasi dengan formalin dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit dan histopatologi, tapi tidak dapat digunakan bagi pemeriksaan bakteri, jamur dan virus. Sampel yang diawetkan dengan alcohol 70% dapat digunakan bagi pemeriksaan parasit, virus dan mungkin histopatologi, namun tidak bisa dipakai bagi pemeriksaan jamur, dan bakteri. Sampel yang sudah diawetkan dengan menggunakan bahan fiksatif dapat dikirim bebas dengan menggunakan wadah yang aman. 5. Sampel jaringan yang terpisah Sampel juga dapat diawetkan secara terpisah tergantung keperluan, misal untuk pemeriksaan virus dapat hanya dengan mengirim ginjal, hati, limfa atau bagian badan yang diduga terinfeksi dengan menggunakan bahan fiksatif alcohol 70% atau “transport medium”. Sampel seperti tersebut diatas dapat juga difiksasi dengan formalin buffer bagi kepentingan pemeriksaan histipatologi CARA PEMERIKSAAN SAMPEL 1. Pemeriksaan parasit. Pemeriksaan parasit dilakukan secara menyeluruh termasuk ekto dan endoparasit. Pemeriksaan parasit pada kulit sirip dan insang dapat diamati melalui pembuatan preparat “smear” kemudian diamati dibawah mikroskope. Pemeriksaan endo parasit dapat dilanjtkan setelah kita melaksanakan pembedahan ikan. Amati secara seksama kelainan dan adanya parasit dalam rongga perut dan pada organ dalam lain seperti ginjal hati kantung empedu, baik menggunakan mata telanjang maupun dengan bantuan mikroskope. Usus ikan kemudian dbuka untuk mengetahui ada atau tidaknya parasit terutama cacing. Korne mata juga sebaiknya dibedah untuk diamati ada atau tidaknya parasit. 2. Pemeriksaan Jamur Jamur dapat diisolasi dari kulit, sirip dan insang. Isolat kemudian ditanamkan diatas media jamur baik media umum maupun media specifik tergantung dari tujuannya. Untuk mendeteksi adanya jamur yang bersifat sistemik kita dapat mengambil isolat dari alat-alat dalam terutama ginjal dan limfa. 3. Pemeriksaan bakteri Bakteri luar dapat diisolasi dari bagian tubuh luar speri kulit sirip dan insang terutama yang menunjukkan gejala infeksi. Untuk baketri yang sistemik isolat dapat diambil dari darah ikan atau alat-alat dalam seperti ginjal, limfa dan jantung. Isolat kemudian ditanamkan diatas media baik umum m,aupun spesifik, dan kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi baik dengan metoda biokimia ataupun dengan teknik serologis atau teknik lain yang lebih moderen. 4. Pemeriksaan virus Isolat virus dapat diambil baik organ luar maupun organ dalam yang diduga terinfeksi. Pengambilan isolat biasanya tergantung dari sifat infeksi virus. Karena masing-masing virus mempunyai target infeksi yang berlainan. Sampel kemudian dianalisis berdasarkan metoda yang tepat baik dengan menggunakan “cell line”, serologis ataupun menggunakan tekhnik PCR. 5. Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan ini berdasarkan pada perubahan-perubahan yang ada pada jaringan tertentu yang diakibatkan karena adanya infeksi suatu penyakit. Perubahan struktur jaringan ada yang secara umum dan ada pula yang spesifik bagi suatu patogen. Biasanya sebelum bisa diamati jaringan tersebut perlu diproses terlebih dahulu dengan teknik tertentu dan dicat dengan pengecatan yang diperlukan tergantung kebutuhan